Hanyut di Pangalengan (Bagian 1)

Ceritanya, sabtu lalu saya ada acara gathering kantor yaitu arung jeram di sungai Pangalengan. Daerah pegunungan yang lokasinya kira-kira satu jam ke selatan dari kabupaten Bandung. Setibanya di lokasi, rombongan kami merasa semanis madu karena dikerubungi penjual sandal gunung 40ribuan yang berdengung kayak lebah menawarkan berbagai ukuran dan model. Padahal saat itu saya pakai sandal…

Ceritanya, sabtu lalu saya ada acara gathering kantor yaitu arung jeram di sungai Pangalengan. Daerah pegunungan yang lokasinya kira-kira satu jam ke selatan dari kabupaten Bandung.

Setibanya di lokasi, rombongan kami merasa semanis madu karena dikerubungi penjual sandal gunung 40ribuan yang berdengung kayak lebah menawarkan berbagai ukuran dan model. Padahal saat itu saya pakai sandal gunung harga 90ribuan, maka terjadilah dialog imajinatif ini dengan bapaknya:

Penjual Sandal: ini pak sandalnya dipilih pak diskon deh cuma 30ribuan

Saya: Ah nggak deh, mahalan punya saya, 90ribuan.

Penjual Sandal: beli dong pak, ntar saya doain ga jomblo lagi (sambil ngeliatin muka ngejek)

Saya: asem nih bapak kok tau sih pak,. T.T

Tapi berhubung yang lain pada beli sandal dan ternyata sandalnya dibayarin sama kantor, akhirnya dengan tidak tega saya ambil sandal gunung yang ukuran 40.

Singkat cerita, setelah nitipin tas ke loker, kami diberikan briefing oleh instruktur arung jeram setempat mengenai cara memakai life vest, helm dan cara mendayung yang benar. Selepasnya, pembagian kelompok pun dilakukan. Perasaan saya pada saat itu benar-benar nggak enak. Karena terbiasa ngumpul satu ruangan di kantor, akhirnya saya satu kelompok dengan, yak ini dia (suasana mendadak pindah ke ring tinju) Daaari sisi biru, pak Mawar (nama sengaja saya samarkan), petinju kelas barbel yang berbobot 80an kg, daaaan Dari sisi merah pak Melati petinju kelas beton yang berbobot 90an kg. Sejak saya tahu berkelompok dengan beliau-beliau, saya teringat dosa dan meminta kepada Allah agar mengampuni dosa saya selama ini.

Perjalanan pun dimulai dari bendungan Palayangan, Bendungan yang sangat tenang karena nggak ada arusnya. Kami bertiga dan dua bapak yang kurus (dibandingkan kami bertiga) serta instruktur kurus juga yang bernama kang Wendy. Perahu karet kami berangkat pada urutan kedua. Ini penampakan bendungannya:

Setiap perahu karet hanya dibekali 2 dayung di depan dan 1 dayung punya instruktur. Dan karena diantara penumpang yang masih keliatan muda adalah saya dan pak Mawar, jadilah kami berdua yang pegang dayung di depan. Di dalam perahu karet kami diberi berbagai instruksi oleh instrukturnya yang diantaranya : maju, mundur, stop, pindah ke kanan (penumpangnya pindah ke kanan semua biar perahu bisa miring kanan), Pindah kiri (sebaliknya), dan boom, ketika perahu memasuki arus deras penumpang harus merunduk. Serta instruksi tambahan lainnya, seperti serang, lempar granat, dan isi ulang peluru. Oke, saya akui kalimat yang terakhir tadi cuma fiktif.

Di tepi bendungan, kami turun dari perahu dan mengangkat perahu kami bersama-sama, disisi bendungan inilah arung jeram yang benerannya. Sungai Palayangan yang begitu deras yang merupakan sungai aliran dari bendungannya yang diamankan oleh pintu air.

Sebelum Arung jeram dimulai, kami berdoa. Melihat penumpang yang seperti ini, saya berdoa lebih lama dari biasanya. Dan akhirnya perjalanan dimulai!..

Ada banyak jeram diantaranya yang saya paling ingat adalah jeram kecapi. Jeram yang telah sukses membuat kapal kami karam dan penumpangnya hanyut tinggal nama. Dan Inilah penampakan kami sebelum hanyut.

Bersambung ke bagian 2…

Bandung, 3 November 2014

Tags:

Leave a comment